UJIAN PRAKTIK BAHASA MADURA DI SDN PANAONGAN III: MENULIS DENGAN HATI, MEMBACA DENGAN JIWA DI TENGAH RINTIK HUJAN

 


Sumenep, 27 Mei 2025 — Rintik hujan yang membasahi SDN Panaongan III pada Selasa pagi menciptakan suasana tenang dan khidmat. Dikelilingi oleh hamparan sawah hijau yang sedang digarap para petani menanam tembakau, sekolah yang berada di pedalaman Kecamatan Panaongan ini tampak hidup dengan semangat pelestarian budaya. Di tengah suasana syahdu, siswa-siswi kelas VI mengikuti ujian praktik Bahasa Madura sebagai bagian dari Asesmen Sumatif Akhir Tahun.

Materi ujian tahun ini adalah menulis karangan bebas menggunakan bahasa Madura halus yang kemudian dibacakan langsung di depan kelas. Tema ini dipilih bukan hanya sebagai ujian kemampuan menulis dan berbicara, tetapi juga sebagai langkah nyata menumbuhkan rasa peduli terhadap bahasa daerah.

Bahasa Madura Halus: Cermin Identitas dan Tata Krama

Dengan penuh semangat, para siswa menyusun karangan mereka. Ada yang menulis tentang kehidupan sehari-hari di desa, tentang orang tua mereka, hingga harapan dan cita-cita. Semua dikemas dalam bahasa Madura halus yang penuh sopan santun dan nilai budaya. Penggunaan bahasa Madura halus dianggap penting karena mencerminkan tata krama dan kearifan lokal masyarakat Madura.

Bapak Salehodin HR, S.Pd selaku Wali Kelas VI, tampak sabar mendampingi para siswa satu per satu. Ia membimbing dengan telaten, membetulkan penulisan yang keliru, dan melatih pengucapan ejaan agar sesuai dengan kaidah bahasa Madura yang benar. Tak hanya menjadi penguji, beliau juga menjadi pendamping yang mendorong siswa untuk tampil percaya diri di hadapan teman-temannya.

Kepala Sekolah Ikonik Hadir Memberi Semangat

Yang tak kalah menarik perhatian adalah kehadiran Kepala Sekolah SDN Panaongan III, Bapak Drs. H. Muhlis, M.Pd, yang tampak ikonik dengan blangkon khas Madura di kepalanya. Dengan pakaian batik sederhana namun sarat makna, beliau berkeliling ruang kelas, menyapa siswa satu per satu, memberikan senyuman, dan menyuntikkan semangat agar mereka tampil maksimal.

“Bahasa Madura halus adalah cermin jati diri. Kalau anak-anak kita bisa menguasainya, berarti mereka sedang belajar menghormati budaya dan orang lain,” ujarnya saat berbincang dengan salah satu guru di sela-sela ujian. Kehadirannya yang khas dan bersahaja memberi kesan mendalam, seolah menegaskan bahwa pimpinan sekolah pun siap menjadi teladan dalam pelestarian budaya lokal.

Kehangatan Budaya di Tengah Alam

Pelaksanaan ujian terasa istimewa bukan hanya karena materinya, tetapi juga karena latar suasananya. Di luar kelas, angin berhembus lembut dari arah sawah yang baru ditanami tembakau, membawa aroma tanah yang basah dan semilir harum daun muda. Pemandangan para petani yang bekerja di sawah menjadi latar alami yang menguatkan nuansa lokal kegiatan ini.

Suasana hening di ruang kelas, suara hujan yang mengetuk genting, serta intonasi lembut siswa membaca karangan mereka dalam bahasa Madura, menciptakan suasana yang nyaris puitis. Ini bukan hanya ujian akademik, melainkan juga perayaan budaya.

Menumbuhkan Karakter Lewat Bahasa

Dengan diadakannya kegiatan ini, SDN Panaongan III menunjukkan bahwa pelestarian budaya bisa dimulai dari ruang kelas. Bahasa Madura halus bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sarana membentuk karakter siswa: menghormati orang lain, berbicara sopan, dan mencintai warisan leluhur.

Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi sekolah-sekolah lain untuk turut melibatkan pelajaran bahasa daerah dalam kegiatan praktik nyata. Lebih dari sekadar pelajaran, ini adalah bagian dari pembentukan jati diri generasi muda Madura.

Posting Komentar untuk "UJIAN PRAKTIK BAHASA MADURA DI SDN PANAONGAN III: MENULIS DENGAN HATI, MEMBACA DENGAN JIWA DI TENGAH RINTIK HUJAN"